1. Hadits Ummu Kultsum:
عن أم كلثوم بنت عقبة أخبرته : أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا
Artinya:
Dari Ummu Kultsum binti Uqbah mengabarkan bahwa dia mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia (yang bertikai) kemudian dia melebih-lebihkan kebaikan atau berkata baik”. [Muttafaqun 'Alaih]
Di dalam riwayat Al Imam Muslim ada tambahan:
ولم أسمع يرخص في شيء مما يقول الناس كذب إلا في ثلاث الحرب والإصلاح بين الناس وحديث الرجل امرأته وحديث المرأة زوجها
Artinya:
“Dan aku (Ummu Kultsum) tidak mendengar bahwa beliau memberikan rukhsah (keringanan) dari dusta yang dikatakan oleh manusia kecuali dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan seorang suami pada istrinya dan pembicaraan istri pada suaminya“.
2. Hadits Asma’ binti Yazid
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِى الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ ». وَقَالَ مَحْمُودٌ فِى حَدِيثِهِ « لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ لاَ نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَسْمَاءَ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ خُثَيْمٍ.
Artinya:
Dari Asma’ binti Yazid dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bohong itu tidak halal kecuali dalam tiga hal (yaitu) suami pada istrinya agar mendapat ridho istrinya, bohong dalam perang, dan bohong untuk mendamaikan diantara manusia”.
Tiga Keadaan Seseorang Boleh Berbohong
Dari Ummu Kultsum RA ia berkata:”Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW memberi kelonggaran berdusta kecuali dalam tiga hal: [1] Orang yang berbicara dengan masud hendak mendamaikan, [2] orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan [3] suami yang berbicara dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan suaminya (mengharapkan kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah tangga)”. (HR. Muslim)
Kemudian bagaimana dengan sabda Nabi قل الحق ولو كان مرا ?
Sebuah sabda Nabi saw yang sering dikutip oleh para mubaligh ialah “Qul al-haqq wa law kana murran” (katakan yang benar walaupun pahit). Sabda Nabi memperingatkan kepada kita semua bahwa kebenaran harus ditegakan, meskipun dengan resiko yang berat. Sejalan dengan itu sabda tersebut secara tersirat juga menunjukan bahwa mengatakan sesuatu yang benar tidaklah selalu mudah, karena kebenaran yang kita ungkapkan itu dapat berakibat memakan atau mengenai diri kita sendiri.
Maka sabda Nabi agar kita mengatakan yang benar walaupun pahit itu dapat diartikan agar kita mengatakan apa yang benar tentang diri sendiri atau tertuju pada diri sendiri. Sebab umumnya orang memang merasa berat untuk, atau terasa pahit untuk mengungkapkan bagaimana keadaan diri sendiri yang sesungguhnya.Misalnya mengakui kesalahan diri sendiri sungguhlah tidak ringan, karena itu kemampuan untuk mengakui kesalahan diri sendiri itu sudah cukup menunjukan kebesaran jiwa dan keteguhan hati. Sebab hanya orang-orang yang benar-benar mantap kepada harga diri sendirinya saja yang mampu dan sanggup dengan ringan mengakui kesalahannya jika dia memang salah.Kita akan dapat memahami lebih baik sabda Nabi jika kita kaitkan dengan sabda Nabi yang lain yang hampir senada. Yaitu sabdanya, “Thuba li man syaghalahu ‘aybuhu ‘an ‘uyub al-nas” (Beruntunglah orang yang banyak mencari kesalahan diri sendiri, dan bukannya mencari-cari kesalahan orang lain). Seolah-olah Rasulullah mengingatkan kita semua akan kebenaran pepatah Melayu “Kuman diseberang lautan nampak, gajah bertengger dipelupuk matatidak tampak”. Yang melukiskan betapa manusia sering mampu melihat kesalahan orang lain biar sekecil apapun, namun lupa akan kesalahan sendiri biar sebesar apapun. Bagi umumnya orang mencari dan melihat kesalahan orang lain adalah “manis” dan menyenangkan, sedangkan mencari dan menyadari kesalahan diri sendiri adalah “pahit”, membuat pilu di hati. Jadi peringatan Nabi agar kita mengatakan yang benar meskipun pahit akan lebih baik jika pahami dalam rangka peringatan Beliau supaya kita lebih banyak menyadari kesalahan diri sendiri serta mawas diri, sebagaimana beliau sabdakan “Hasibu anfusakum qabla an tuhasabu” (Adakanlah perhitungan kepada diri kamu sendiri, sebelum kami dibuat perhitungan nanti di akhirat). kita mengetahui bahwa kemampuan mawas diri adalah tangga bagi peningkatan kepribadian kita.
Kemampuan intropeksi diri memerlukan rasa keadilan. Hanya orang yang mempunyai rasa keadilan yang tinggi yang mampu melakukan mawas diri atau muhasabah al-nafs. Sebab rasa keadilan yang tinggi itu yang membuat kita sanggup melihat segi kelemahan diri kita dan mengakuinya, di samping sanggup melihat segi kelebihan orang lain dan mengakuinya. Berkaitan dengan ini ada pesan Ilahi dari Kitab Suci, yang artinya, “Wahai sekalian yang beriman! Jadikanlah kamu semua orang yang teguh memegang keadilan, sebagai saksi-saksi bagi Allah, sekalipun mengenai diri kamu sendiri, atau kedua orang tua dan kerabat” (QS. Al Nisa/4:135). Sungguh berat intropeksi, namun itulah jalan terbaik menuju peningkatan diri.
Nurcholis Majid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Paramadina 2004
Demikian yang dapat Bimly Akbar Shafara sampaikan, atas kunjungannya Pendidikan Keren ucapkan terima kasih. : ) .
0 komentar:
Posting Komentar